menyendiri. Ada rindu diiris lolongan anjing dini hari, terbenam
alunan serunai ditiup seseorang
Penjaga kota setengah mengantuk mengeja katamu
"Besok pagi, yakinlah kita masih minum kopi"
setelah perang, suara itu berdiam di lorong waktu
Orang-orang berderap saat waangi arabika meruap
bumi muntah gas dan minyak mendidih
lalu seua menguap dalam tipuan yang sedih
Kau berbisik, "Aku Umar, seorang teuku. Adakah kau tahu?"
tak seorang warga bangkit menyiapkan kenduri
tak ada kabar seorang johan telah kembali
Tak ada kanak-kanak menggambar wajahmu
pada poster sisa pemilu di tembok kota
pada sebuah survei siapa pemimpin kita
Orang-orang melukis kusut rambutmu
saat rebah diterjang peluru
dan selalu percaya di kota ini
tak ada lagi pahlawan bangun pagi
2017
Nezar Patria, lahir di Siglo, 5 Oktober 1970. Bekerja sebagai wartawan dan menetap di Jakarta.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Nezar Patria
[2]Pernah tersiar di surat kabar "Tempo" Sabtu - Minggu 17 - 18 Juni 2017
0 Response to "Menyambut Umar"
Post a Comment