Maha Kata
Kepala adalah retak yang menungguhabis dipukul oleh kepicikan dunia semu
Akan tiba satu masa kepala mengubah
dirinya menjadi gelas gelas kosong
yang siap dijatuhkan ke dalam palung
Kita tak lain hanyalah waktu
yang menunggu dijemput maut
menghabiskan sisa tawa dan air mata
pada bayangan diri sendiri yang menyiksa
Menunggu dan pasrah
hanyalah dua kata kerja
yang kelak dimintai tanya
oleh yang Maha Kata.
Gowa, 2017
Amnesia
Kau menyebut jendela sebagai pintubagi air mata yang terlelap ditelan hujan
dan bagimu kamar sebagai mimpi
sepasang kenangan yang
mengandung penyesalan.
Namun ingatanmu sedang kabur, pikirku.
Gowa, 2017
Pranala
Kita saling menjiplak satu sama laintak ada asli kecuali hanya imitasi.
Tidak satu pun di antara kita berani mengalah
kita lebih memilih saling kelahi dalam karya
daripada mencoba jalin hubungan tata krama.
Kita sepasang lengan yang gagal mencipta sunyi:
pada kata,
pada karya
pada pemilik pranala.
Gowa, 2017
Nusantara telah Mati
Kala negeri Nusantara dirundung sepitanah gersang air pun cemar menjadi jadi
ubahnya tak pelak berbuat arti sejati
nyeleneh pun terus menjadi api
pada lubang lubang arteri
tembus pada rongga jasmani diri.
Entah ada apa dengan negeri ini
orang salah disayangi
orang benar dijauhi.
Ke mana jiwa sejati sang negeri?
jangan jangan ia sudah mati
sejak merdeka di Hari Proklamasi.
Gowa, 2015
Yang Tersalah
Katamu, waktu terbaik melepas salahadalah dalam renungan.
“Tapi, renungan hanya diperuntukkan kepada
sebagian orang saja,” kataku.
Di dunia ini banyak yang lalai banyak pula lupa
ia terus menikmati isi dunia, tanpa sadar jika
Tuhan pun dapat benci pada hamba-Nya.
Kau berkata lagi,
“Mungkin waktuku yang salah, bukan renungannya.”
Hingga benar benar jiwamu terketuk, sambil
kaurasakan jernihnya air mata mengalir deras
di bawah kelopak matamu
lalu kaupun tersadar
ternyata jadi penguasa
tak selamanya bisa berkuasa.
Gowa, 2015
Inikah Kebebasan
Inikah kebebasansaat resah dan marah terkekang
dalam ruang ruang kehampaan
yang berselimutkan kedinginan.
Inikah kebebasan
saat mikropon tak lagi berkoar
menyanyikan alunan porak poranda
terbang bersama ban-ban yang terbakar.
Inikah kebebasan
saat batin terinjak kekuasaan
dirobeknya surat cinta sang demonstran
diubahnya jadi debu dan tangisan
dari atas gumpalan aspal panas berbalut
kemacetan!
Gowa, 2015
Jemari Tuhan
Kuukir cerita ini di dalam hidupkupada lembaran kertas dari bambu
dengan pena bekas arang kayu
memuat kisah sejarah masa lalu
Beragam tingkah telah berlalu
meninggalkan jejak jejak pilu
yang terperangah dalam satu
wadah bertengger pada paku
Bolehkah aku bertanya padamu
wahai sang pencerah ceritaku,
mengapa ada kisah yang begitu
menyayat kalbuku seketika itu
telah pergi jauh ke alam batu
yang terjatuh dan telah lumpuh
pada satu pijak kaki yang ampuh
menerawang hukum dalam acuh
Pada masa ketika dahulu angkuh
mengubah diri menjadi penumbuh
semangat bagi kaum yang kambuh
dalam sakit moral dan krisis patuh
Inilah benar jalanmu yang sungguh
tak pantas dengan diriku
yang selalu mengeluh atas ujianMu
dan kurang bersyukur atas nikmatMu.
Gowa, 2015
M Galang Pratama, berdomisili di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mendirikan Rumah Baca yang dinamai Rumah Belajar Kita (RAKIT) Gowa. Buku solonya yang telah terbit berjudul The Poetic Critique (Kumpulan Puisi, 2015). Buku Antologi lain ialah Ketika Senja mulai Redup (2016), Kata-Kata yang tak Menua (2017), dan Berkaca pada Kata (2018).
Rujukan:
[1] Disalin dari karya M Galang Pratama
[1] Disalin dari karya M Galang Pratama
[2] Pernah tersiar di surat kabar "Media Indonesia" Minggu 18 Maret 2018
0 Response to "Maha Kata - Amnesia - Pranala - Nusantara telah Mati - Yang Tersalah - Inikah Kebebasan - Jemari Tuhan"
Post a Comment