Tragedi di Bale Sigala-gala
Di Bale Sigala-gala, di tepi hutan Pramanakoti,
Prabu Destarata
mengundang Pandawa dan Dewi Kunti
untuk menerima warisan
kerajaan Astina, peninggalan Prabu Pandu
yang sudah mendahului tiada.
Di sanalah telah terjadi saksi, sebagai penanda.
Di sanalah Sengkuni telah dibakar
ambisinya sendiri,
ingin memiliki kerajaan Astina, yang bukan
semestinya haknya.
Dengan tipudaya, beserta kerabat Kurawa
yang ratusan jumlahnya.
Setelah Pandawa dan Dewi Kunti terlena,
akan dibakar Bale Sigala-gala,
agar mereka menemukan ajalnya.
Oleh Sengkuni yang angkara.
Tetapi Dewata selalu memihak kepada
yang sedikit dosa-dosa.
Bima telah menyelamatkan Dewi Kunti
dan saudara-saudaranya,
dari amuk bencana.
Tetapi sejak dahulu kala,
Sengkuni memang seolah-olah
tak pernah menemui ajalnya.
Tetapi Kurawa memang selalu
lebih banyak jumlahnya.
Perang dan Dendam
Setelah Kumbakarna meninggal,
Indrajit--anak Rahwana,
dendamnya melecit. Semula Kumbakarna perang
karena dendam terhadap Lesmana.
Indrajit memang sakti, banyak memiliki aji-aji. Tetapi
akhirnya juga bisa mati, menuruti dendamnya
sendiri. Juga kepada Lesmana.
Disusul dendamnya Rahwana kepada Rama Wijaya.
Berkali-kali Rahwana mati. Hidup kembali.
Dan kelak sebagai bukti. Rahwana mati
dipendam gunung
oleh Anoman. Dan kelak memang tetap sebagai saksi.
Sayembara Perang Gandamana
Tanpa sengaja Kuku Pancanaka milik Bratasena
menancap di dada Gandamana.
Dalam sayembara perang
untuk menentukan jodohnya Drupadi,
keponakan Gandamana sendiri.
Bratasena mewakili Puntadewa, kakaknya yang
belum beristri.
Pada mulanya Gandamana hanya pura-pura
melawan. Dan memang mengalah dan pasrah kepada
perlawanan Bratasena.
Pada mulanya Bratasena kurang bergairah.
Dan kelak ini sebuah lambang bagi Puntadewa
dan Drupadi.
Sunardi KS, buku kumpulan puisi tunggalnya berbahasa Jawa, berjudul Wegah Dadi Semar (2012).Ia aktif di komunitas Kelompok Studi Sastra Jepara (KSSJ).
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Sunardi KS
[2] Pernah tersiar di surat kabar "Media Indonesia" Minggu 13 September 2015