Di Tanggo Rajo
Riak air seperti pecahan Kristal di tengah keremanganDan senja menyusunnya dalam komposisi yang seimbang
Sebuah lukisan cahaya tercipt-a di atas permukaan sungai
Deretan warung melatarinya dengan titik-titik lampu
Musik malam terdengar dari desah angin dan gesekan perdu
Perahu-perahu melintas membawa lentik ingatanku padamu
Sendiri aku di bawah langit yang bertatahkan sedikit bintang
Masih awal musim kemarau, di mana gerimis masih kadang turun
Keheningan menetes seperti detik dan menit yang basah
Bintik-bintik embun terasa mengurapi kulit dan rambutku
Segera kukenakan jaket, kusulut rokok dan pelan-pelan
Kupanggil namamu. Batanghari terus mengalirkan waktu
Dan kenangan memanjang dengan jejaknya yang dalam
Takjub aku menatap langit yang belum sepenuhnya hitam
2014
Arah Ke Tebo
Di balik keremangan senja tinggal matamuYang masih kutandai sebagai titik cahaya
Alun ombak terus bergerak menyeret perahu
Yang ujung lunasnya semakin rapuh tergerus air
Aku tidak bertanya pada pokok-pokok beringin
Juga pada sulur-sulurnya sepanjang tebing
Biarlah mengikuti saja ke mana sunyi akan melaju
Kegelapan malam merupakan paras lain dari waktu
Di balik setiap pengembaraan mungkin rindu
Yang masih bisa kupegang sebagai petunjuk jalan
Kuala dan muara tak pernah membuatku merasa tiba
Biarlah perahu yang kukayuh mengalir entah ke mana
Dan kata-kataku tenggelam di palung tak bernama
Hanya matamu yang masih kuyakini sebagai dermaga
2014
Menuju Maninjau
Di mana kausimpan riakKetika ketenangan penuh di hatimu
Di mana kautanam gelombang
Ketika kabut turun mengurapimu
Ke mana kaukirim isyarat
Ketika kebisuan menjadi jarak
Ke mana kaulepaskan rindu
Ketika tak ada alamat yang dituju
Aku menuruni lembah berliku-liku
Melewati kelokan dan tikungan tajam
Menujumu. Aku ingin membasuh kalbu
Di sini aku terkenang seseorang
Yang nubuat-nubuatnya lama tersimpan
Di lubukumu. Aku ingin membaca waktu.
2014
Lembah Harau
Di seberang doa keheningan masih terdengarHempasan angin pada dinding bukit
Memantul kembali menjadi suara
Yang gemanya membumbung ke udara
Keheningan berbisik pada sulur-sulur pohon
Yang berjuntaian dari atas tebing karang
Air mancur kemudian mempertegas bisikan itu
Bahwa sesuatu yang terjatuh akan memantul kembali
Lalu nubuat apa yang bisa digali dari lubuk sunyi
Dari palung sepi? Tangan waktu telah menatah lembah ini
Menjadi hamparan nisan yang berhiaskan kaligrafi
Dan yang bernama keheningan
Adalah suar ayang mengendap di seberang doa
Namun gemanya bersahutan di angkasa
2014
Sindangkerta
Debur ombak yang terus mengucapkan rinduTak cukup kuterjemahkan lewat pelukan singkat
Ketika perahu-perahu nelayan lenyap ditelan ufuk
Malam menyempurnakan keremangan dalam kabut
Yang memilukan tentu hasrat yang tertahan di udara
Seperti seekor burung usiran yang tak mungkin kembali
Melayang-layang sebelum akhirnya jatuh dan tersungkur
Tanpa terasa aku telah kehilangan semua jejakmu di bumi
Betapa berliku jalan yang kutempuh untuk melupakan
Sebab pantai demi pantai tak pernah membuatku sampai
Langkah selalu terantuk pada tebing atau jurang itu juga
Jungjunan, ketika aku mencoba mengenangmu lagi
Ketika pelan-pelan mengucapkan namamu sekali lagi
Aku seakan mengalami sekarat panjang ribuan kali
2015
Goa Hijau Penuh Kaligrafi
Lelehan keringatmu telah menjadi lautanKembali aku berenang dan kerasukan
Dalam panjangnya ciuman. Dadamu
Gelombang yang penuh lekukan
Selalu menyediakan ruang
Bagi lahirnya kata-kata
Kudengar deru ombak
Pantai tinggal sehamparan pasir
Dan sungai hanya perpanjangan garis
Yang menguap di udara. Aku berenang lagi
Tanpa gerakan yang menakjubkan
Tanpa membalikkan badan
Tanpa memutar tangan
Tanpa menyelam. Kususuri punggungmu
Juga pinggulmu yang curam
Diam-diam senja menyarungkan pisaunya
Ke tengah-tengah malam
Aku berenang
Aku minum
Aku bermimpi menjadi sufi
Sebuah goa hijau penuh kaligrafi
Pelan-pelan kumasuki. Pohon-pohon bakau
Menjadi rambut dan janggutku
Sedang terumbu karang
Yang mekar di selangkanganmu
Masih juga menyisakan ruang
Bagi kata-kata. Aku terus berenang
Dan semakin kerasukan
2013
Acep Zamzam Noor kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat. Sehari-harinya bergiat di Sanggar Sastra Tasik dan Komunitas Azan. Buku-buku puisinya mutakhirnya adalah Bagian dari Kegembiraan (2013) dan Like Death Approaching and Other Poems (dalam terjemahan Inggris dan Jerman, 2015).
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Acep Zamzam Noor
[2] Pernah tersiar di surat kabar "Koran Tempo" edisi akhir pekan, 23 - 24 Juli 2016
Post a Comment