Kumis
Kumismu layak dibabat habisAgar bibirmu terlihat seperti bibir
Bibir manusia bukan bibir iblis
Yang suka takbir tanpa mencibir
Kumismu melintang mirip cemeti
Cemeti milik penggembala sapi
Sapi yang tak mengenal matematika
Tak juga mengenal sorga dan neraka
Kumismu akan semakin panjang
Jika tidak segera kau babat habis
Bibirmu akan tersapu-sapu
Lalu jadi perot meringis-ringis
Kumismu mempersangar wajahmu
Wajah yang telah berubah menakutkan
Perempuan-perempuan akan takut melihatmu
Anak-anak akan menganggapmu edan.
Kandang Roda, 2018
Jenggot
Jenggotmu lebat seperti sapuSapu yang mengapung di atas bah
Aku jijik melihatnya begitu
Aku jadi mau muntah-muntah
Jenggotmu terlihat mulai memutih
Seperti mendung di musim pancaroba
Banyak orang melihatmu dengan sedih
Mereka menangis dalam doa-doa.
Kandang Roda, 2018
Ibadah
Ibadah telah dipamer-pamerkanPadahal bukan untuk dipamerkan
Lihatlah, banyak tempat ibadah
Bermunculan di mana-mana
Seperti lomba bermegah-megah
Namun sering sepi dan gulita
Ibadah
Untuk apakah
Kepada siapakah
Itu pertanyaan mereka
Mereka yang tak beragama
Agama yang ada di mana-mana.
Kandang Roda, 2018
Mulut
Mulutmu berbusa-busaBusa yang telah menjadi limbah
Limbah yang berbahaya
Seperti wabah
Wabah yang ganas
Bagi sesama dan semesta jadi panas
Seperti api yang berkobar-kobar
Membakar dan membakar
Dunia bisa hangus
Semua akan mampus
Mulutmu berkoar-koar
Terdengar begitu menggelegar
Banyak yang takut mendengar
Banyak yang bergetar-getar
Mulutmu bau busuk
Busuk mirip bangkai
Udara jadi ikut membusuk
Sindat-sindat menari gemulai
Mulutmu membingungkan sesama
Karena menawarkan surga dengan marah
Aku jadi bertanya-tanya
: Kamu itu sekutu Ibliskah?
Kandang Roda, 2018
Istana
Kau bangun istanaBegitu megahnya
Lalu kau pagari dengan serdadu
Serdadu yang membisu
Kubangun istana
Di dalam khayalan
Tanpa pagar serdadu
Serdadu yang berkhayal
Membangun istana.
Di sana ada istana
Di sini ada istana
Di mana-mana ada istana
Semua milik raja
Raja yang membangun istana
Istana untuk berkuasa
Istana yang menjadi penjara.
Kandang Roda, 2018
Air
Kau alirkan airmuAir yang bening tanpa bau
Bau kematian kaummu
Di ruas-ruas jalan
Jalan menuju sorga
Kau teteskan airmu
Air bening tanpa rasa
Rasa benci kepada sesama
Yang ada di sekitar kita
Semua mendamba cinta
Kau muncratkan airmu
Air yang bau dan merasa
Rasa nikmat sesaat saja
Namun menjadi berlama-lama
Karena selalu bikin ketagihan
Kau bekukan airmu
Di dalam kulkasnya
Lalu kau dan dia menyatu
Dalam ranjang berbunga-bunga
Bunga yang melayu-layu
Airmu bukan airku
Air yang bisa menyala
Membakar hidup kita
Hidup yang sementara
Sebelum kemudian abadi
Di neraka ataukah sorga.
Kandang Roda, 2018
Makan
Orang makan orangOrang yang bisa dimakan
Makan yang terus menerus
Sepanjang zaman
Kau pun tiba-tiba bertanya:
Makan apa kita hari ini?
Aku menangis dalam hati
Hati yang kehilangan cinta
Kau pasti telah makan
Seperti aku dan dia
Seperti mereka
Semua makan
Makan bukan sembarang makan
Makan apa
Makan siapa.
Kandang Roda, 2018
Minum
Minumlah minumanmuJangan minum minumanku
Tapi kau tetap minum minumanku
Aku pun minum minumanmu
Minumlah untuk hidup
Tapi kau hidup untuk minum
Seperti mereka
Saling minum keringat sesama
Sesama yang tak sama
Minum memang untuk hidup
Berduyun-duyun orang ingin minum
Apa saja bisa diminum
Bahkan air mata.
Kandang Roda, 2018
Siti Siamah, lahir di Grobogan, Jawa Tengah, 26 Desember 1977. Selain mengurus rumah tangga, ia menulis puisi, cerpen, novel, dan esai. Saat ini, Ia menjadi peneliti di Global Data Reform dan menetap di Bogor.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Siti Siamah
[1] Disalin dari karya Siti Siamah
[2] Pernah tersiar di surat kabar "Media Indonesia" Minggu 20 Mei 2018
Post a Comment